Saya harus terbiasa dengan rezeki yang datang dan pergi, agar dapat selalu bersandar pada Allah. Berharap hanya kepada Sang Maha Kaya. Mengikhlaskan rupiah yang pergi dan menjemput apa yang sudah disediakan oleh-Nya. Saya merasa tertantang dengan jalan hidup yang saya pilih. Keluar dari zona nyaman lalu memilih berjuang dengan harapan dapat memberikan yang terbaik untuk suami dan buah hati saya.
Tak sedikit hambatan yang saya temui semejak keluar dari sebuah perusahaan yang sebelumnya sudah lama saya impikan. Saat saya menuangkan tulisan ini perusahaan tersebut sedang berulang tahun. Sungguh tampak megah di layar kaca, bertabur artis papan atas, diselingi dengan membangun brand image yang wah bagi perusahaan tersebut. Dalam sana juga disuguhkan aktivitas belakang layar perusahaan TV nasional itu. Lalu muncul kerinduan pada teman – teman lama juga profesi lama saya. Di tengah nostalgia tersebut saya pun langsung teringat acch… , perusahaan tersebut menginginkan banyak waktu saya. Sementara saya ingin memberikan sebagian besar waktu saya untuk suami dan anak saya. Tak bisa ditawar harus ada yang dipilih. Saya memilih mengorbankan pekerjaan saya di perusahaan itu. Untungnya profesi saya sebelumnya sebagai seorang jurnalis bisa diaplikasikan melalui banyak hal bukan hanya di perusahaan tersebut. Salah satunya dengan mengisi blog ini.
Lalu bagaimana dengan penghasilan saya? Saya percaya selama mempunyai niat baik Dia akan membuka pintu rezeki bagi siapa saja hambanya yang berusaha dan berdoa.
Usaha di bidang design grafis tengah saya jalani. Meski masih bayi, namun berhasil meningkatkan digit tabungan kami. Tak sedikit kendala yang harus saya hadapi. Mulai dari menerima penolakan orang. Menerima pandangan sebelah mata. Menerima kata kasar dari resepsionis. Beradu pendapat dengan suami sebagai designer. Aksi klien menekan harga. Hingga penantian invoice yang terkadang terlambat keluar. Semuanya saya anggap harga yang harus dibayar untuk sebuah kemenangan menjadi seorang istri dan seorang ibu. Walau demikian usaha saya ini belum bisa dibilang sukses kami berdua masih meraba – raba bagaimana memanjukan usaha ini.
Terkadang hati ini serasa teriris ketika ada yang mengatakan saya “hanyalah” ibu rumah tangga, “hanya” di rumah saja. Seolah menjadi ibu rumah tangga tak melakukan apa – apa. Wajar saja yang mereka lihat saya selalu berada di rumah. Status perusahaan pun tak ada. Biarlah anggapan itu saya sebagai pelecut semangat buat saya untuk terus berkarya bagaimanapun caranya. Semoga Allah akan membimbing saya.
Kini saya tengah menanti kelahiran sang buah hati. Buah hati yang mulai ada dalam kandungan sekitar 2 bulan saya hengkang dari tempat kerja lama saya. Usia kandungan saya sudah mendekati 9 bulan bisa jadi 2 minggu lagi saya melahirkan. Semakin cepat semakin baik. Saya sudah tak sabar bertemu calon anak saya. Mungkin tak banyak yang bisa bunda berikan padamu nak, tapi percayalah dengan waktu yang bunda miliki bunda akan terus belajar dan meluangkan perhatian besar untuk mu dan ayah.
Sepintas saya berfikir, suatu hari si anak ini mungkin akan bertanya. Mengapa bunda dari teman- temannya banyak yang berkerja di perusahaan ternama, setiap hari pergi kerja lalu pulang sore? Mengapa bunda tak bekerja kantoran seperti mereka? Apakah bunda memang lebih senang di rumah? Apakah bunda tak mempunyai pendidikan yang cukup? Entah ada berapa apakah yang barangkali bisa terucap dari bibir sang anak. Hmm aku bingung menjawab apa. Tapi tenang nak, aku pikir kau baru akan bertanya mengenai hal ini barangkali diatas usia 4 tahun. Artinya aku masih punya waktu 4 tahun lamanya untuk memulai usahaku sendiri. Aku tetap akan berusaha agar secepatnya bisa berkarya bahkan sebelum pertanyaan itu ada di benakmu. Hingga semua pertanyaan itu akan berbalik menjadi cerita. “Bunda, si A teman aku masa bundanya tak pernah datang mengambil Raport. Sementara si B lebih senang diantar dengan pembantu ketimbang dengan bundanya. Kasihan ya bunda..” hehe … achhh ini masih dalam khayalan saya saja.
1 comment:
halo .. nice blog
Post a Comment